Hak Kita : Cinta, Pertobatan, Penyembuhan

Cinta, pertobatan, dan penyembuhan adalah bagian dari kehidupan manusia, terutama manusia yang percaya. Untuk bisa mencapai ketiganya (dimana ketiga hal tersebut kalau kita perhatikan merujuk pada kebaikan hidup) kita harus berani lepas dari intimidasi/tantangan supaya bisa disembuhkan. Bagaimana tanggapan kita terhadap panggilan Tuhan ketika dalam kesusahan? Apakah sama seperti saat senang?

Kita lihat kisah di Yeremia 31 : 7-9, dimana Nabi Yeremia menghibur umat Israel yang sedang galau dalam pencobaan (ada di pembuangan). Sukacita merupakan satu kunci untuk bisa lepas dari intimidasi. Sukacita adalah kunci supaya tidak merasa terbuang di dunia.

Selain itu, jaminan kita untuk mendapatkan cinta, pertobatan, dan penyembuhan bukanlah sekedar dokter pintar ataupun cinta dari seorang pasangan idaman, namun seorang Imam Agung yang tidak lain adalah Yesus Kristus sendiri (Ibrani 5:1-6)
Adalah sia-sia kalau kita hidup tanpa berusaha ‘naik level’ dalam kehidupan rohani kita. Hendaknya kita “menemukan wajah Yesus dalam kehidupan kita” Markus 10 : 46-52 menunjukkan kisah seseorang yang fokus dan percaya, kontras dari orang sakit di tepi kolam (baca preach Anjing hidup diatas singa mati oleh kak Tommy tanggal 13 Oktober).

Kira-kira kenapa ya Markus kurang kerjaan sekali sampai-sampai menulis nama orang tua (“Bartimeus anak Timeus)?

1. Dari segi rohani : Nama Timeus berarti “beban, kotor, polusi, bodoh”. Hal ini menunjukkan bahwa Bartimeus sendiri lahir dari keluarga yang ‘kotor’, tidak baik, dan tidak hidup untuk Tuhan. Dosa membuat kita menjadi ‘buta’, kehilangan arah, dan ditolak. Namun nanti kita lihat bahwa ia diubahkan oleh kehadiran Yesus.

2. Dari segi duniawi, dalam ilmu linguistik ada yang disebut dengan Ethos, Logos dan Pathos. Tiga tehnik ini dipergunakan dalam tulisan untuk membuatnya persuasif dengan menyampaikan fakta-fakta atau mempengaruhi emosi. Nampaknya Markus menggunakan teknis logos, dimana ia menunjukkan bahwa “Bartimeus benar-benar ada, kejadian ini benar, dan ia merupakan anak dari Timeus (supaya orang yakin bahwa tokoh Bartimeus bukan karangan belaka”)
Bartimeus berani dan secara semangat menuntut pemulihan dari Yesus, meskipun ditegur dan dimarahi orang-orang (refleksi dari intimidasi dan halangan-halangan duniawi). Ia tidak patah semangat hanya karena dunia memberinya kesulitan (ingat bahwa ia buta, suatu halangan besar yang membuatnya sulit menggapai Yesus). FOKUSNYA hanya kepada Yesus dan ia melakukannya dengan SEMANGAT, SUKACITA, dan KEYAKINAN.

Pada awalnya Yesus tidak langsung menanggapi panggilan pertama Bartimeus, namun ia semakin keras berteriak dengan rasa percaya bahwa Yesus pasti memberi kasihan padanya. Teriakan Bartimeus demikian : “Yesus anak Daud, kasihanilah aku” bukan “Yesus anak Daud, sembuhkanlah aku”. Bartimeus menghargai otoritas pribadi Yesus sebagai Tuhan, dia tidak langsung meminta melainkan sekedar meminta ‘belas kasihan’ – soal apa yang dilakukan Yesus kepadanya selanjutnya, ia tidak peduli dulu. Kita pun dalam meminta dari Tuhan harus seperti Bartimeus : tidak putus asa apabila belum ditanggapi/dijawab, dan meminta dengan mengingat otoritas Tuhan itu sendiri (tidak seenaknya meminta – ingat bahwa sesungguhnya Tuhan yang maha memberi dan mengerti kebutuhan kita).

Pada akhirnya, Tuhan BERHENTI dan MERESPON pada panggilan Bartimeus. Nah, harusnya kitapun bisa seperti itu, memanggil Tuhan dengan penuh keyakinan supaya Tuhan secara khusus berhenti dan merespon kita untuk memberi cinta, pertobatan, dan penyembuhan. Permasalahannya adalah, apakah kita memanggil Tuhan dengan iman yang berkualitas? Mencontoh dari Bartimeus, kita bisa mengintip seperti apa iman yang berkualitas itu :

1. Fokus kepada Tuhan : Bartimeus berteriak2 hanya untuk mendapatkan perhatian Tuhan, bukan malah ngotot minta orang disekitarnya untuk membantunya bertemu dengan Tuhan. Ia yakin Tuhan sendiri yang akan menghampirinya secara personal

2. Cuek terhadap goncangan, dan malah membuatnya semakin termotivasi untuk memanggil Tuhan-ayat 48

3. Percaya bahwa Tuhan mendengar dan merespons kita, sekaligus percaya bahwa Tuhan sanggup melakukanNya. Bartomeus di ayat 51 tidak menggunakan kalimat permohonan tanya : “bisakah engkau membuatku sembuh?” namun menggunakan kalimat permohonan seru : “Rabuni, supaya aku dapat melihat!”, perlu kita catat bahwa Yesus sendiri yang bertanya DULUAN “apa yang dapat kuperbuat bagimu?” Sehingga Bartimeus berani menjawab seru demikian (ingat poin tentang menghargai otoritas Tuhan diatas)

4. Tidak lupa dan membalas kebaikan Tuhan – ayat 52, ia menjadi mengikuti Yesus sehabis disembuhkan.

5. Menanggalkan beban duniawi – ayat 50 ‘outer garment’ menggambarkan demikian
Bartimeus tidak malu untuk menghadap Tuhan, memanggilnya dengan berteriak-teriak, dan MEMINTA sesuatu (penyembuhan) meskipun ia mungkin sebelumnya orang yang terbuang, tidak pernah belajar agama, dan hidup dalam sisi gelap.

Kita pun tidak perlu malu untuk mengungkapkan iman kepada Tuhan seburuk apapun kondisi iman kita saat ini. Memang kita dituntut untuk hidup dalam iman yang berkualitas supaya kita bisa diperanakkan seperti Yesus sendiri, tapi tidak pernah ada batasan ‘minimum’ untuk meminta bimbingan dari Tuhan sendiri. Yesus mengerti segala permasalahan kita maka ungkapkanlah segala kekayaan (dalam arti baik kekurangan dan kelebihan) hidup kita kepadaNya (mempasrahkan). Dengan cara ini iman kita tentunya akan lebih ‘berkualitas’ karena kita memohon bimbingan langsung dari sang Imam Agung, dan ia akan dengan senang hati memberikan bimbingan lewat Roh Kudus supaya iman kita bisa ‘naik LV’.

Adrian Siaril
Adrian Siaril

The boss

Articles: 599

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.