Bagaimana Menjalani Hidup Maksimal Dalam Tuhan

Sebagai seorang pendatang di Australia, tentunya seperti orang lain saya punya perasaan rindu akan tempat asal. Saya ingin hidup saya di Australia sama asiknya seperti di Indonesia : penuh koneksi, aktif setiap hari, punya kontribusi untuk sekitar, dan punya pencapaian.

Selama setahun terakhir di Australia pun saya berusaha mengisi hidup saya sepenuh mungkin. Kesempatan apapun yang ditawarkan universitas saya ambil, banyak ikut organisasi, dan bahkan belajar lebih giat daripada di Indonesia. Saya saat itu sangat tertarik mencoba hal-hal baru yang tidak bisa dilakukan di Indonesia : mempunyai teman-teman baru dari mancanegara adalah suatu kepuasan pribadi yang luar biasa.

Namun demikian, tahun lalu pun menjadi kejatuhan luar biasa bagi saya di Australia. Segala hal-hal yang saya capai tersebut lama-lama rasanya hanya mengisi sebagian kecil dari hati saya. Saya bahkan sempat sesi konseling dengan psikolog yang sayangnya menurut saya tidak berbuah hasil.

Saya mencoba merenung apa yang salah, namun tidak menemukan jawabannya. Saya melihat apa yang saya lakukan selama di Australia semua luar biasa dan merupakan tindakan baik.

Namun demikian, saya lupa bahwa saya menggunakan standard saya sendiri dalam menilai usaha saya tahun tersebut, dan bukan menggunakan standar Tuhan (2 Korintus 3:5). Secara luar biasapun, Tuhan menjawab kebingungan saya melalui perantaraan seorang psikiater yang tinggal satu akomodasi dengan saya.

Anda boleh tidak percaya dengan cerita saya kali ini, tapi saya harus berkata bahwa orang tersebut tidaklah berbicara dengan saya dengan membawa ayat-ayat Alkitab atau referensi rohani. Kami hanya berbincang-bincang ringan di depan kamar saya tanpa checkup psikis atau hal-hal semacamnya. Namun roh kudus yang menggerakkan hati dan pikiran saya untuk mendapat gambaran besar yang tersusun dari cerita orang tersebut dan firman-firman yang tersimpan di hati saya.

Malam itu saya merasa wawancara dengan Yesus, dimana dia membeberkan bahwa saya mengisi hidup dengan konten konten yang salah. Memang yang saya lakukan adalah hal-hal baik, namun dalam mengejar kepenuhan hidup di Australia saya telah melupakan fokus sebenarnya yaitu untuk lebih dekat dengan Tuhan (Matius 14:31) – sama seperti Petrus yang bimbang dan tidak fokus kepada Yesus.

Dibawah ini saya beberkan rangkuman tentang apa yang saya dapat dari ‘wawancara’ dengan Yesus malam itu.

 
1. Yesus sendiri mengakui, dengan kedatangannya kita diberikan ‘hidup’ dan menghendaki kita mengisi hidup tersebut sepenuh penuhnya (Yohanes 10:10). Tapi demikian, apa yang harus kita isikan? Apakah level 99 di game? Apakah doa 12 jam sehari? Apakah nilai High Distinction di rapor ?
 
2. Yesus menegaskan bahwa TIDAK CUKUP hidup hanya berdasarkan doa dan baca firman doank (Matius 7:21). Ia bahkan menegaskan orang yang kerjaannya hanya berteriak ‘Tuhan’ adalah nabi palsu, dan Ia tidak akan mau mengakui kenal orang-orang yang tidak beraksi sama sekali (omong doang). Di waktu kosong, ada baiknya anda membaca ringkasan dari sastra lama Indonesia ‘robohnya surau kami’. Di sastra tersebut digambarkan bagaimana kacaunya hidup apabila hanya didasarkan pada doa tanpa usaha. Sastra ini secara personal merupakan ‘all-time favourite’ untuk saya sendiri.
 
3. Mengisi hidup dimulai dari membangun fondasi yang benar. Ada yang ingat eksperimen fisika dimana seorang siswa diminta mengisi batu, pasir, dan air kedalam suatu gelas? Apabila anda mengisi pasir atau air dahulu sebelum batu, tentu semuanya tidak muat masuk. Namun melalui urutan yang benar, anda bisa mengisi semua benda tersebut. Sama halnya dengan kehidupan kita. Fondasi yang kuat dalam Kristus haruslah menjadi hal pertama yang mengisi hidup kita (Matius 7:24), kalau tidak, nilai nilai yang tidak sesuai standar Tuhan terlanjur mengatur mindset kita sehingga menolak kebenaran firman di kemudian hari.
 
4. Setelah dilandasi fondasi yang kuat, barulah kita mengisi hal-hal lain yang lebih bersifat sekunder. Tapi tunggu dulu ! Bukan berarti semua hal juga bisa kita masukkan. Hidup kita punya kapasitas, dan apabila kita tidak memilih baik – baik mana yang masuk, hidup kita mungkin tidak maksimal dalam Tuhan. Nah, tadi kan kita sudah tau, bahwa baik menurut Tuhan dan menurut Tuhan itu berbeda, jadi bagaimana sih membedakan tindakan-tindakan yang baik dimata kita dan baik dimata Tuhan? Tentunya jawabannya ada di Alkitab kita tercinta, tapi secara penulis tau bahwa pembaca sekalian jarang memegang Alkitab, berikut penulis kutip beberapa ayat yang bisa menjadi pegangan:
  • Matius 7:12 : silah hidup dengan berbuat baik kepada orang lain
  • Roma 16:17 : berhati hati dalam bergaul
  • 1 Petrus 2:11 : Mengalahkan keinginan daging
  • Kisah Para Rasul 2:40 : berwaspada terhadap generasi sekarang
  • 2 Timotius 4:2 : nasihatilah sesamamu dalam kesabaran
  • Matius 7:12  Isilah hidup dengan berbuat baik kepada orang lain
  • Yohanes 10 : 10  have life and live it to the full
  • Matius 7:21  jangan Cuma banyak nyembah tapi ga ada aksi
  • Matius 7:24 mengisi hidup dimulai dari fondasi yang kuat dalam Tuhan
  • Matius 7:12 setelah itu isilah dengan berbuat baik pada orang
  • Nah, daripada panjang-panjang dijabarkan disini, mengapa saudara tidak buka sendiri Alkitab saudara dan mencari nasihat-nasihat lain yang sudah Tuhan persiapkan khusus untuk saudara?
Adrian Siaril
Adrian Siaril

The boss

Articles: 599

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.