Membicarakan bukan Melakukan? Wejangan tentang Saham.

Pandemi melahirkan banyak jenius baru dan banyak ‘jenius’ baru. Jenius yang sadar akan adanya potensi terselubung di pasar saham yang berjatuhan, dan ‘jenius’ yang lebih suka melakukan dan mendengarkan pembahasan tanpa henti. Alih-alih mengambil keputusan yang menjadi pengalaman berharga, makin banyak orang yang lebih suka membuat emosi dirinya naik turun melalui berita dan desas desus.

Berkecimpung di dunia fotografi mengajarkan saya bahwa ada orang yang memang hobi foto, dan sekelompok orang lainnya yang hanya hobi ngomongin foto. Sama hal nya dengan industri game dimana jurnalis game malah gabisa main game yang mereka review, dan tentunya di dunia finansial juga seperti itu.

Drama Dewa Kipas mengajarkan kita akan ‘death of expertise’, dimana internet membuat orang bodoh kelihatan pintar, dan juga sebaliknya. Jadi, kalau anda suka baca blog ini, bisa saja anda salah satu korban atas ilusi saya. Melalui ilmu menulis saya, saya berhasil membuat beberapa orang berpikir saya ini expert di bidang tertentu, padahal sebenarnya ngga sama sekali.

Saya malah terpukau melihat beberapa orang di Telegram dengan semangat membahas p2p lending sampai ke akar-akarnya, karena buat saya p2p lending adalah sesuatu yang sangat sederhana, ga perlu dibawa ribet, dan gabisa dibawa ribet. Namun jelas saya salah, karena ternyata p2p lending jauh lebih berisiko dan ribet daripada perkiraan. Untungnya, dengan segala kebodohan dan keteledoran saya, sampai sekarang saya masih cuan besar di p2p lending. Mentok-mentok rugi opportunity cost, tapi gapernah capital loss.

Grafik psikologi dibawah juga menggambarkan dengan jelas kondisi mental setiap orang di industri apapun. Mula-mula mereka adalah newbie sok tau yang menganggap tahu segalanya, dengan fanatisme dan kekerasan kepala yang mirip dengan orang yang baru pindah agama atau gereja. Selanjutnya mereka sadar akan kebodohan mereka dan memilih diam, sampai pada akhirnya memutuskan berubah secara sadar dan tahu batasan dirinya. Di tahap terakhir adalah fase ultimate dimana dia dipandang semua orang namun justru tidak menyadari bahwa dirinya telah sukses menjadi ahli.

Ketimbang mengalami information overload, saya justru lebih memilih fokus pada skillset saya yang terbatas dan mengasahnya sampai matang. Beberapa tahun lalu disaat saya masih pengangguran dan belum rajin nge blog, saya sangat mengagungkan dan mempraktekkan technical analysis setiap harinya. Namun sekarang, disaat saya bertanggungjawab atas beberapa perusahaan sekaligus dan juga mengembangkan blog ini, saya tidak ada waktu memantau signal dan melakukan cutloss/tp setiap harinya. Oleh karenanya saya sekarang fokus pada ‘metode bodo amat’ yang saya ciptakan sendiri:

  1. Market entry itu penting, tapi bukan yang paling penting. Bila suatu saham menurut saya sudah undervalue atau murah, maka saya akan beli, tidak peduli dia masih downtrend.
  2. Percaya akan target price. Saya melihat beberapa konsensus analis soal target price, dan selalu mengambil angka terendah (konservatif) sebagai acuan take profit.
  3. Fokus liat porto, bukan lihat market. Kalau ada yang rugi lumayan parah (acuan saya diatas 20%) maka saya akan average down sebesar 50% lot yang sudah dimiliki. Saya tidak pernah beli saham gorengan, jadi saya tidak perlu cek berita apa yang menyebabkan saham saya jatuh. Ketika saya beli saya percaya perusahaan tersebut ga akan bangkrut dan pasti sukses di jangka panjang, jadi kenapa harus fokus di jangka pendek?

As simple as that. Saya bisa tidur nyenyak, sejauh ini gapernah rugi, dan berhasil mencetak keuntungan diatas rate rata-rata deposito. Keuntungan saya jelas tentu pasti kalah jauuuuuuuuh daripada trader trader ahli diluar sana, tapi saya juga mengeluarkan lebih sedikit waktu dan tenaga mental.

Waktu adalah uang. Membuang lebih banyak waktu untuk mendengarkan dan berdiskusi mungkin membuat semakin untung bila waktu anda tidak bisa digunakan untuk hal yang lebih berharga, seperti bekerja sampingan atau menimba ilmu. Tapi bagi mereka dengan keterbasan waktu, passive investing dengan metode average down rasanya sudah cukup bisa menyeimbangi profit trading di jangka panjang, dengan tingkat stres dan alokasi waktu yang lebih rendah pula. Atau, kalau modal memang besar sekali, lebih baik ‘bayar orang’ untuk mainin saham kita.

Adrian Siaril
Adrian Siaril

The boss

Articles: 599

One comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.