Polemik Pajak P2P Lending
Sesuai dengan panduan yang pernah saya buat pada blog ini: Sebelumnya, pajak P2P lending tidak final atau dipotong di depan. Melainkan terkena potong di belakang dengan persentase pajak yang variatif dan tergantung pada bracket penghasilan. Biasanya berkisar dari 10% sampai menyentuh angka 30% besarnya. Sehingga, pajak yang dibayarkan masing-masing orang akan berbeda tergantung dari tax planning atau tax strategy (strategi pajak) yang dijalankan. Gamblang saja, pasti ada pihak-pihak yang rutin membayar, dan ada juga yang mengakali supaya tidak membayar. Kalau saya, jelas saya termasuk golongan yang selalu membayar secara penuh, bahkan bracket saya mencapai 30%. Sakit rasanya.
Setelah keluar aturan baru bahwa 15% pajak p2p lending dipotong didepan, dan masih juga tidak bersifat final (maka masih bisa terjadi kurang bayar), maka hal ini jelas merugikan pihak-pihak yang selama ini tidak membayar pajak p2p sama sekali. Sedangkan untuk orang-orang yang jujur membayar seperti saya, ini tidak merugikan, namun LEBIH MEREPOTKAN, karena perhitungannya jadi lebih kompleks dan harus mengumpulkan bukti potong dari berbagai p2p lending yang berbeda-beda. Dalam kasus langka, bisa juga terjadi LEBIH BAYAR untuk beberapa orang.
Kendati demikian, Saya pastikan bahwa saya tidak akan berhenti mendanai P2P lending meskipun aturan perpajakan baru ini sudah diresmikan.
Masalahnya…
Ada hal yang cukup meresahkan untuk saya. Dulu, saat pajak p2p lending dibayarkan di belakang, data-datanya kita semua yang memasukkan secara mandiri dalam pelaporan pajak tahunan. Saya selalu melaporkan secara jujur total keuntungan p2p saya dari seluruh platform, bahkan termasuk penghasilan dari kode-kode referal saya. Tetapi, keuntungan bersih yang saya laporkan tersebut sudah dikurangi dengan kerugian gagal bayar atas pendanaan yang macet lebih dari 90 hari (sesuai ketentuan OJK). Jadi, untuk kelompok pendanaan yang gagal bayar, yang sudah memasuki 90 hari tidak tertagih, atau statusnya macet di 31 desember 2021, saya anggap sebagai capital loss. Sehingga secara otomatis mengurangi jumlah keuntungan yang saya laporkan.
Namun, dengan pengenaan pajak P2P lending yang di depan seperti sekarang ini, negara seolah tidak mau tahu tentang performa portofolio P2P Lending kita dengan memukul rata semuanya. Analogi sederhananya seperti ini: Jika mengalami untung kita bayar pajak. Jika tidak untung, maka tidak mengurangi pajak. Saya menilai hal ini menjadi tidak adil. Atas alasan itulah, beberapa rekan saya memilih untuk mundur dari P2P lending. Karena menilai risikonya jadi terlalu besar.
Memang bukan hanya P2P lending saja yang demikian. Sejak dulu, skema perpajakan di instrumen saham sudah seperti itu, mau untung maupun rugi, Anda tetap dikenakan pajak setiap melakukan transaksi jual ataupun beli. Begitu juga pada reksadana, namun bedanya pajak dibayarkan oleh manajer investasi dan tidak ditagihkan langsung pada kita. Memang sih, kalau dilihat keseluruhan, ternyata seluruh instrumen investasi itu memang seperti itu, kalau untung bayar pajak, kalau rugi ya derita lu.
Kesimpulannya
Jika ada pertanyaan, “Apa P2P lending masih bagus?”. Jawaban jujur dari saya adalah. P2P Lending masih bagus, selama nett return yang dihasilkan diatas 10% setelah dipotong pajak bersih sesuai bracket penghasilan anda. Apabila ada p2p lending yang nett returnnya 9% kebawah. Maka akan sulit bersaing dengan instrumen investasi konvensional seperti surat utang ataupun deposito BPR.
- Apabila dibandingkan dengan surat utang korporasi, p2p lending malah sedikit lebih unggul karena ada fitur asuransi kredit, dan juga dari segi tenor lebih fleksibel dan tersedia pilihan jangka pendek.
- Reksadana pendapatan tetap hanya pernah mencapai return diatas 11% saat tahun 2020-2021, setelahnya sampai saat ini kembali ke tingkat normal dibawah 10% per tahun.
- Saham dan reksadana saham, memang dapat mencapai 14% per tahun, namun cenderung fluktuatif di jangka pendek. Sehingga, tidak bisa disamakan dengan aset berbasis utang yang sifatnya tidak fluktuatif.
Intinya, P2P lending masih bagus. Namun Anda harus pandai memilih platform P2P lending yang baik, minimal yang memiliki asuransi kredit. Agar ketika ke depannya Anda menemukan kasus gagal bayar, anda tidak akan terlalu dirugikan dan sebagian modalnya akan kembali karena adanya jaminan asuransi tersebut. Tetapi, pemakaian asuransi kredit ini perlu diperhatikan lebih jauh lagi, dan akan saya bahas pada tulisan saya selanjutnya.
Pilihlah P2P lending yang telah memisahkan pengguna NPWP dan non-NPWP. Agar npwp yang anda miliki dapat digunakan secara efektif dan mengurangi beban pajak yang akan anda tanggung nantinya.
Ingin belajar memilih kartu kredit terbaik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anda?
pabila kamu pemula di dunia kartu kredit dan ingin mulai mengumpulkan cuan dari kartu kredit, maka kamu akan cocok bergabung di kursus C4: Cari Cuan Credit Card, dimana kita akan belajar:
- Bagaimana orang bisa naik pesawat gratis dari penggunaan kartu kredit
- Bagaimana kartu kredit bisa membuat kita berhemat ratusan ribu sampai jutaan rupiah setiap bulan
- Bagaimana cara agar tidak membayar biaya kartu kredit sama sekali
Ayo cek dan gabung sekarang dengan klik tombol dibawah!
karena tingginya spam, kolom komentar saya tutup sementara. Untuk menghubungi saya, dm saya di Instagram, Telegram, Tiktok (@adriansiaril), atau isi formulir dibawah ini.