Ketika Asuransi P2P Lending Gak Sesuai Janji

Dulu, ketika lender Asuransi P2P lending mengalami masalah saat borrower gagal bayar, ada beberapa bentuk mitigasi risiko yang ditawarkan. Salah satunya adalah penyelenggara atau perusahaan P2P lending menggantikan kerugian dari risiko tersebut melalui dana provisi. Kemudian secara tiba–tiba OJK mengeluarkan peraturan baru yang melarang kebijakan dana provisi tersebut, karena dinilai tidak sustainable (tidak baik untuk keberlangsungan usaha di jangka panjang). Ada juga argumen OJK agar masyarakat tidak lagi menilai bahwa P2P lending ini sebagai instrumen investasi yang tanpa risiko.

Meskipun awalnya kelihatan bahwa ini merugikan lender, nyatanya aturan ini memang harus dilakukan agar industir p2p lending bisa sehat di jangka panjang. Alasannya, mustahil bagi penyelenggara untuk menggantikan kerugian lender setiap saat, mengingat pemasukan p2p lending sangat kecil . Kenapa demikian? Karena perusahaan P2P lending ini hanya mendapatkan uang dengan nominal sedikit, yang didapatkan dari setiap pengajuan yang dilakukan oleh borrower. Mereka hanya berlaku sebagai pialang atau penyelenggara, sehingga keuntungan besarnya tentu saja jatuh kepada para lender.

Jadi memang cukup tidak masuk akal ketika terjadi borrower gagal bayar, kemudian penyelenggara harus mengganti kerugian para lender, sedangkan mereka sendiri hanya mendapatkan nominal uang yang tidak besar. Tentu hal  itu akan menjadi sangat tidak sustainable ke depannya. Seperti pola bakar uang yang dilakukan perusahaan-perusahaan startup e-commerce yang memberikan cashback di awal-awal kemunculannya.

Munculnya Asuransi Kredit

Akhirnya, setelah berjalan sekitar 2 tahun dengan kebijakan tanpa provisi, muncullah inovasi dalam mitigasi risiko P2P lending yang bernama asuransi kredit. Asuransi kredit ini adalah bentuk kerja sama antara penyelenggara P2P lending dengan perusahaan asuransi. Yang mana asuransi kredit ini juga termasuk ke dalam golongan asuransi umum yang sejenis dengan asuransi rumah, asuransi kendaraaan dan sebagainya.

Asuransi kredit ini memang sudah sering digunakan, bahkan sebelum adanya P2P lending. Seperti digunakan pada utang-piutang perusahaan, maupun utang-utang personal seperti halnya kartu kredit. Sehingga bisa dikatakan, asuransi kredit bukanlah hal yang baru, tetapi menjadi sebuah angin segar di P2P lending yang sebelumnya memakai dana provisi dalam mitigasi risikonya dan kini berganti menjadi asuransi kredit.

Apakah Asuransi Kredit Tidak Memiliki Risiko?

Setelah berjalan beberapa lama, barulah muncul fakta-fakta bahwa asuransi kredit pada P2P lending ini nyatanya tidak seindah yang dibayangkan: 

1. Penggantian Kerugian Tidak Sesuai Covering yang Dijanjikan

Misalnya, di suatu P2P lending Anda dijanjikan memiliki perlindungan modal sebesar 90%. Namun ketika gagal bayar terjadi, asuransinya hanya mengganti modal anda sebesar 70%. Nah, loh?

Saya tidak bermaksud membela penyelenggara, namun sayangnya, saya sudah bilang berkali-kali bahwa klaim apapun pada asuransi itu tidak pasti selalu diterima. Sekalipun diterima, tidak selalu mendapat pertanggungan penuh 100% (full cover) atau yang sesuai dengan nilai maksimal pertanggungannya. Hal ini wajar dan lumrah di semua jenis asuransi, dari asuransi jiwa, kesehatan, mobil, properti, dan tak terkecuali asuransi kredit juga.

Klaim diterima sebagian itu sebenarnya masih mending, dibandingkan klaim ditolak sepenuhnya. Klaim asuransi kredit bisa saja ditolak sepenuhnya atas alasan dugaan fraud.

2. Timeline, atau jenjang waktu kurang tegas

Kemudian untuk jangka waktu sampai klaim dicairkan pun bervariasi, tergantung kebijakan masing-masing pihak asuransi. Misalkan, proses bisa lebih lama jika ada pihak asuransi yang memutuskan untuk melakukan investigasi terkait pengajuan klaim yang mencurigakan. Proses investigasi tersebut tidak akan bisa diketahui secara pasti berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaiannya.

Meskipun jika melihat dari acuan yang dikeluarkan oleh OJK, untuk hal yang demikian sudah ada rumusnya, yaitu 90/90. Yang berarti, suatu pinjaman dapat dikategorikan gagal bayar apabila tidak ada repayment atau pengembalian dalam jangka waktu 90 hari. Kemudian pada hari ke 91, pihak asuransi akan mulai bekerja selama 90 hari juga, untuk memproses klaim yang diajukan. Sehingga jika dihitung secara keseluruhan, maksimal waktu untuk pengajuan klaim saat borrower gagal bayar ialah selama 180 hari atau 6 bulan, barulah kemudian lender akan mendapatkan penggantian uangnya.

Tetapi dengan waktu selama itu, tentu kita sudah dirugikan secara opportunity cost. Sehingga, meskipun kini P2P lending sudah menggunakan asuransi kredit sebagai mitigasi risiko, Anda tetap harus memperhatikan secara detail tentang disclaimer yang diberikan. Karena biasanya, di beberapa disclaimer asuransi ada yang menyebutkan, “Cover asuransi sampai dengan sekian persen” yang berarti setiap asuransi tidak selalu sama dan mempunyai batas-batas waktu tertentu. Anda mesti memperhatikan itu. 

3. Lender Tidak Memegang Polis Asuransi

Kritik saya selanjutnya terhadap model mitigasi risiko seperti ini adalah bahwa: Saya sebagai pemilik dana yang menyalurkan dana tersebut kepada borrower, justru tidak memegang polis asuransi kredit. Ini terkesan agak konyol bagi saya. Hal ini saya rasa sangat perlu ditinjau lebih jauh lagi untuk kemudian dibenahi oleh OJK dan para pemangku kebijakan. Karena walaupun yang bekerja sama adalah pihak asuransi kredit dengan pihak penyelenggara P2P lending, tetapi dana yang dijadikan objek tanggungan asuransi kredit tersebut merupakan dana dari para lender yang disalurkan kepada pihak borrower. Sehingga, seharusnya kitalah sebagai lender yang memegang polis asuransi kredit  tersebut. Dan berdasarkan pengetahuan terbaik yang saya miliki, sejauh ini  belum ada P2P lending yang perjanjian kreditnya diberikan kepada para lender. Anda bisa mengoreksinya jika saya salah.

Tips dari Saya

Ketika memilih P2P lending, Anda perlu mengecek testimoni dari pengguna lain. Adakah kasus di mana P2P lending ini secara beruntun mencairkan klaim asuransi lebih rendah daripada yang dijanjikan? Kalau ada, itu bukanlah pertanda yang baik, meskipun belum tentu kesalahan itu datang dari penyelenggara P2P lendingnya. Hal itu bisa juga terjadi karena kesalahan dari pihak asuransi yang memang terbilang rese dalam proses pencairan klaim. Jadi, perusahaan asuransinya pun juga boleh kita nilai. Apabila kita sudah tahu ada merk asuransi kredit yang kerap menyulitkan lender dalam proses klaim, maka hindari P2P lending yang bekerjasama dengan asuransi tersebut.

Adrian Siaril
Adrian Siaril

The boss

Articles: 599

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.