Jangan Percaya Grade dan TKB90 di P2P Lending!

Sebenarnya judul artikel ini agak clickbait sih – bukannya kita tidak boleh percaya sama sekali kepada grade di P2P lending, tapi yang saya ingin tekankan adalah grading di P2P lending tidak memiliki standar nasional atau universal yang ditentukan oleh otoritas.

Hal ini jelas berbeda dengan skala penilaian yang digunakan oleh bank ataupun institusi finansial keuangan lainnya. Contoh, kita asumsikan suatu pinjaman di Danamart memiliki grade C, lalu ketika peminjam yang sama tersebut masuk di Koinworks dan menyerahkan seluruh data yang sama persis, bisa saja penilaiannya malah masuk grade A atau B. Hal ini tentu diakibatkan karena Koinworks dan Danamart punya kriteria penilaian yang berbeda. Jadi satu perusahaan yang mengajukan pinjaman sama persis dengan data yang juga sama persis bisa mendapatkan penilaian kredit yang berbeda dari kedua P2P lending tersebut.

Apabila anda melihat kolom komentar di artikel Koinworks, banyak yang menceritakan bahwa grade A dan B di Koinworks bisa terjadi telat bayar ataupun gagal bayar. Sedangkan di Danamart sendiri dimana 90 persen pinjamannya grade C, saya sudah pernah merasakan telat bayar di pendanaan pertama saya namun belum pernah ada yang gagal bayar. Jadi secara objektif kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sistem skor kredit di Danamart sedikit lebih ketat daripada Koinworks. Saya juga pernah merasakan gagal bayar grade A di Modalku, jadi berdasarkan pengalaman tersebut saya berani endorse bahwa skor kredit di Modalku sangat – sangat tidak terpercaya. Cerita soal ‘salah grade‘ ini tidak ada habisnya, apalagi jika anda ngobrol dengan komunitas ‘korban Crowde‘ yang uangnya macet padahal semua pinjamannya dilabeli RISIKO RENDAH.

Jadi kalau grade tidak bisa sulit dipercaya, kita harus apa? Jawabannya adalah dengan meneliti peminjam itu sendiri. Memang menurut aturan OJK kita tidak boleh mengetahui identitas peminjam secara langsung, jadi kita tidak bisa meneliti sedalam-dalamnya tentang peminjam tersebut. Namun kebanyakan P2P lending memberikan suatu dokumen yang mereka sebut dengan fact sheet (sama seperti fund fact sheet di dunia reksadana). Melalui dokumen tersebut kita bisa menilai performa keuangan perusahaan peminjam serta informasi-informasi lainnya seperti bidang usaha, bouwheer, dan kegiatan usaha.

Nah, informasi kualitatif inilah yang harus kita olah untuk menjadi suatu faktor kuantitatif. Misalnya, kita lihat bahwa perusahaan tersebut memiliki hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang yang cukup banyak, maka jelas sebenarnya risiko dalam pinjaman tersebut cukup tinggi karena kok sudah punya hutang di tempat lain masih meminjam di lending. Contoh lain misalnya perusahaan tersebut bergerak di bidang pariwisata, tentu performa keuangannya akan terpengaruh isu virus Corona, jadi mungkin tidak selancar yang diproyeksikan.

Namun, dokumen ini juga tidak menyelesaikan masalah kepercayaan kita sepenuhnya, karena mungkin saja informasi yang diberikan oleh si peminjam itu ‘salah’ atau ‘bohong’ atau ‘dimanipulasi’ dan sayangnya ‘tidak ketahuan’ oleh penyelenggara. Saya memberikan tanda kutip di setiap dugaan tersebut karena…… ah sudahlah jangan dibahas disini 🙂

Selain itu OJK juga belum menentukan standar dalam menyusun fact sheet. Jadi beberapa penyelenggara memiliki laporan fact sheet yang sangat bagus sedangkan yang lainnya asal-asalan dan cenderung maksa. Berdasarkan analisa rekan saya Pak @gokumasterultrainstinct, saat ini yang factsheet nya terbaik adalah Crowdo. Di bawah ini saya sertakan contoh factsheet dari Crowdo.

Saya berikan contoh lain yang agak panjang dan njelimet (ribet). Ada pembaca saya yang bilang bahwa pinjaman UMKM di Modalrakyat kurang aman karena memiliki grade C, bunganya sangat tinggi sekali (25%) sehingga dia lebih memilih untuk mendanai pinjaman invoice financing dengan bunga 15% grade A.

Padahal kalau kita selidiki lebih lanjut soal pinjaman UMKM tersebut sebenarnya nilai pinjamannya hanya Rp500.000 untuk melakukan perdagangan pulsa. Meskipun bunga 25% memang benar tergolong tinggi sekali, namun apabila kita kalikan dengan jumlah modal yang dipinjam yaitu sebesar Rp500.000 maka nilainya tidak terlalu besar hanya sekitar Rp150.000 per tahun. Sedangkan dengan tenor hanya 14 hari anda bisa menghitung sendiri sebenarnya bunganya hanya sekitar Rp5.000.

Kita juga perlu ingat bahwa perdagangan pulsa memiliki likuiditas dan permintaan yang sangat tinggi – semua orang butuh pulsa, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia yang masyarakatnya belum banyak menggunakan sistem abonemen atau pasca-bayar (sistem tagihan seperti XL prioritas yang umum digunakan di negara maju). Kebetulan saya juga memiliki koneksi dan teman-teman yang bekerja di perusahaan distribusi pulsa, dan mereka pernah memberikan saya data tentang distributor pulsa. Salah satu usaha bisnis saya juga menjual pulsa di pool taksi dan saya juga terkejut melihat data yang diserahkan oleh karyawan saya.

Keuntungan jualan pulsa itu sebenarnya kecil, namun ketika kita mengekspresikannya dalam persentase sebenarnya cukup tinggi: kita bisa mendapatkan untung sekitar Rp1.000 per Rp10.000 yang dijual, jadi itu sudah untung 10%. Kalaupun amit-amit si peminjam modal pulsa ini dagangannya tidak laku (biasanya karena promo online di Shopee, DANA, etc), maka tentu dia dapat dengan mudah menalangi Rp5.000 yang menjadi bunga pinjaman tersebut supaya pinjamannya tidak dikategorikan macet.

Lalu, ia tidak akan meminjam lagi sampai modal yang dipinjam tersebut seluruhnya laku dijual. Ingat, modal pulsa tidak memiliki masa kadaluarsa seperti makanan. Setelah akhirnya laku dan mendapatkan keuntungan, tentu ia bisa memulai peminjaman berikutnya.

Jadi kesimpulannya, meskipun pinjaman UMKM di Modalrakyat ini memiliki grade C dan terkesan tidak aman, sebenarnya ketika kita teliti lebih lanjut secara kualitatif dan menempatkan posisi kita di posisi peminjamnya, pinjaman ini jelas-jelas sangat aman bahkan tingkat keamanannya melebihi invoice financing yang bunganya 15% tersebut, karena invoice financing malah memiliki risiko bouwheer telat bayar sehingga kita pun telat menerima pembayaran pinjaman dari si peminjam.

Intinya, kita sendirilah juri terbaik dalam menilai grade suatu pinjaman dalam P2P lending, jangan sekedar percaya dengan standar yang disajikan.

Mau tau apalagi yang tidak perlu dipercayai dalam P2P lending?

Angka TKB90

Sesuai dengan pembicaraan saya dengan perwakilan OJK yang saya bahas disini , OJK hanya memvalidasi angka TKB90 dari P2P lending yang sudah berizin, jadi sebagian besar P2P lending yang masih dalam tahap “terdaftar dan diawasi” bisa seenak jidat menulis angka TKB90 mereka sendiri tanpa khawatir ‘ketauan bohong’.

Memangnya ada P2P lending yang jelas-jelas ketauan bohong soal TKB90? Ya ada dong, yakni P2P lending favorit kita semua Crowde. Crowde selalu memajang angka TKB90 diatas 90 persen (berarti mayoritas lancar), padahal nyatanya menurut rekap data para korban Crowde, hampir lebih dari 90% proyek di Crowde macet, telat bayar, dan bahkan gagal bayar.

Tinggal menunggu waktu sampai P2P lending lainnya ketahuan ‘membedaki’ angka TKB90 mereka yang sesungguhnya. Sebab di peraturan OJK memang tidak ditegaskan bagaimana kriteria menyatakan angka TKB90 yang kredibel.

Sesuai yang saya bahas disini, sebenarnya rumus dasar TKB90 cukup sederhana yaitu jumlah pinjaman macet (diekspresikan dalam rupiah) yang sudah melebihi macet 90 hari dibagi dengan total seluruh pinjaman yang masih dalam posisi outstanding (belum dilunasi namun dalam keadaan lancar), lalu dikali 100 untuk diekspresikan dalam bentuk persentase. Sederhana!

Masalahnya, tidak ada kriteria jelas untuk hal-hal dibawah ini:

  1. Apabila ada pinjaman sebesar Rp100 juta macet selama 90 hari, lalu tiba tiba sang peminjam melunasi hanya Rp100 ribu rupiah, apakah masih dikategorikan macet? Sebab ada pembayaran namun nominalnya kecil sekali.
  2. Apabila P2P lending tersebut mencairkan dana provisi untuk menggantikan kerugian lender, apakah si peminjam otomatis tidak dianggap macet lagi?
  3. Apabila P2P lending mengklaim gagal bayar ke asuransi, apakah peminjam tersebut masih dianggap dalam angka TKB90?
  4. 90 hari dihitung ini dihitung darimana mulainya? Tepat dimulai saat hari pertama keterlambatan, ketika peminjam tidak bisa dihubungi, ketika peminjam menyatakan tidak sanggup membayar, atau gimana?
  5. Dan lain-lainnya.

Sampai hal-hal tersebut didefinisikan jelas di aturan OJK, tentu masing-masing P2P lending sebenarnya bisa seenak jidat mengarang angka TKB90 mereka sendiri.

Bagaimana Solusinya?

Kedepannya PUSDAFIL yang sedang dikembangkan OJK juga akan terintegrasi dengan P2P lending yang sudah terdaftar OJK sehingga mempermudah proses validasi TKB90. Namun untuk sekarang anda bisa:

  • Ngobrol dengan kami, komunitas investor P2P lending sehingga bisa berbagi pengalaman seobjektif mungkin. Gabung ke grup Telegram kami dengan membaca panduan ini.
  • Baca review yang tersedia di blog ini supaya mendapatkan gambaran suatu P2P lending secara kualitatif, sebab semua yang saya review disini sudah saya cobain langsung.
  • Melakukan riset sendiri dengan cara mendatangi kantor P2P lending dan/atau menghubungi staf marketing mereka. Cara ini lumayan memakan waktu namun efektif. P2P lending yang terpercaya pasti kooperatif menyambut calon lender baru.

Ingin belajar memilih kartu kredit terbaik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anda?

pabila kamu pemula di dunia kartu kredit dan ingin mulai mengumpulkan cuan dari kartu kredit, maka kamu akan cocok bergabung di kursus C4: Cari Cuan Credit Card, dimana kita akan belajar:

  1. Bagaimana orang bisa naik pesawat gratis dari penggunaan kartu kredit
  2. Bagaimana kartu kredit bisa membuat kita berhemat ratusan ribu sampai jutaan rupiah setiap bulan
  3. Bagaimana cara agar tidak membayar biaya kartu kredit sama sekali

Ayo cek dan gabung sekarang dengan klik tombol dibawah!

C4: Cari Cuan Credit Card
C4: Cari Cuan Credit Card
Adrian Siaril
Adrian Siaril

The boss

Articles: 631

CATATAN!

karena tingginya spam, kolom komentar saya tutup sementara. Untuk menghubungi saya, dm saya di Instagram, Telegram, Tiktok (@adriansiaril), atau isi formulir dibawah ini.