AdaKami Viral: Membuka Dapur Rahasia P2P Lending Konsumtif

Sejak 2018, lender p2p lending selalu curiga pada p2p lending konsumtif, yang meskipun secara teori harusnya lebih rentan gagal bayar dibandingkan produktif, namun pada nyatanya selalu berhasil mempertahankan TKB90% sekalipun disaat pandemi, disaat p2p produktif malah sulit mengontrol kualitas kredit mereka.

Untuk penjelasan video di TikTok, silakan kunjungi tautan ini

Hal ini menimbulkan banyak spekulasi bahwa p2p lending produktif adalah skema ponzi, MLM, atau money game.

Namun kasus ADAKAMI yang viral belakangan ini secara tidak langsung mengkonfirmasi bahwa dugaan tersebut adalah salah.

Ada apa dengan AdaKami?

Apabila anda tidak membaca berita seminggu terakhir, maka mungkin anda tidak tahu bahwa AdaKami saat ini viral karena ada salah satu borrowernya yang bunuh diri .

Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan AdaKami memberlakukan biaya layanan hampir sebesar nominal pinjaman yang dilakukan.

Jadi meskipun bunganya mengikuti ketentuan OJK di 0.4% per hari, tapi biaya adminnya malah selangit.

Ada apa dengan AdaKami?

Ada apa dengan AdaKami?

Menariknya, AdaKami dalam press releasenya malah membela diri dengan menyatakan bahwa biaya layanan tersebut diakibatkan oleh “asuransi”.

Nah, pernyataan inilah yang sebenarnya penting untuk kita para lender p2p lending konsumtif!

Ada apa dengan AdaKami?

Crosscheck Fakta Asuransi

Kita tahun bahwa sejak 2021 sampai 2022, P2P lending ketahuan bahwa skema asuransi kreditnya menggunakan skema AUTO STOP LOSS (ASO) – yang pernah saya jelaskan dulu.

Hal ini berarti sebenarnya SEMUA p2p lending melakukan ‘self-insurance’ dan pihak asuransi hanya bertindak sebagai “administrator” saja – alias cuma dipinjam namanya untuk formalitas memenuhi regulasi OJK.

Mencocokkan fakta ini dengan pernyataan dari pihak ADAKAMI, kita jadi tahu rahasia dapur p2p lending konsumtif yang berhasil menjaga TKB90 nya selalu mulus.

P2P lending konsumtif bisa menjaga TKB90 nya mulus dengan cara melakukan self-insurance. Spread yang besar antara bunga borrower menjadi “dana asuransi” yang siap menalangi gagal bayar lender.

Contoh spread jomplang p2p konsumtif

(10% per bulan)

VS

bunga lender (10% per tahun)

selisihnya masuk kas perusahaan p2p.

Meskipun tentu ada biaya lain seperti gaji karyawan dan marketing juga ya, tentu tidak 100% masuk jadi kas asuransi.

Masih Mau Mendanai di P2P Konsumtif?

Penemuan kali ini sebenarnya memberikan kita satu kabar baik dan satu kabar buruk:

Kabar baiknya,

P2P konsumtif bukanlah ponzi atau money game, benar-benar ada bisnisnya.

Kabar buruknya,

Pendanaan kita benar-benar tidak ada manfaat sosial dan malah bisa menjadi dampak buruk bagi si peminjam.

Silakan anda pertimbangkan sendiri plus minusnya menjadi lender p2p konsumtif.

Pertanyaan Saya

Yang sebenarnya masih menyisakan pertanyaan untuk saya adalah.

NGAPAIN P2P KONSUMTIF BUKA PENDANAAN KE LENDER RITEL?

Dengan cuan sebesar itu, harusnya semua dimakan sendiri aja ga sih? Justru dengan membuka diri ke lender ritel, mengurangi cuan mereka dan meningkatkan risiko mereka (karena harus tanggung jawab ke lender kalau ada yang macet/gagal bayar)

Makanya saya bingung, P2P lending seperti Cairin justru malah open ke lender retail tujuannya apa? KreditPintar saja dulu sempat open pendanaan lalu malah ditutup.

Sebagai info tambahan, Asetku – p2p lending konsumtif yang sempat jadi primadona p2p di Indonesia – kabarnya sudah mulai ada yang telat bayar lho.

Hal ini berarti tidak menutup kemungkinan p2p lending konsumtif lain pun mulai bisa mengalami telat-telatan dan tidak lagi “zero risk” seperti persepsi kita selama ini.

Berarti, p2p lending konsumtif yang akan survive adalah mereka yang punya cukup kas atau dana self insurance yang cukup untuk menalangi gagal bayar mereka. Ibaratnya, biaya admin dan bunga satu borrower lancar mungkin bisa menutupi kerugian satu borrower lain yang gagal bayar.

Masa Depan P2P Konsumtif

Sampai kapan p2p konsumtif akan indah? Tentu hanya Tuhan saja yang tahu jawabannya. Apakah kemacetan Asetku akan disusul? Bisa jadi, apalagi kalau OJK membatasi biaya admin yang dikenakan – apakah p2p konsumtif bisa survive dengan model bisnisnya saat ini?

Baca Juga: Cairin, P2P Lending Konsumtif Pendatang Baru: Preview

Adrian Siaril
Adrian Siaril

The boss

Articles: 576

3 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  1. Menurut saya platform P2P Lending ambigu apa yang disebut bunga. Setiap platform mendefinisikan bunga dengan definisi sendiri tergantung siapa lawan bicaranya.

    Ke peminjam biaya bunga adalah sesuatu hal yang buruk. Karena ini angka bunga akan diperkecil agar menarik peminjam. AdaKami menampilkan biaya bunga 6.75% tetapi yang harus dibayar 130%. Menampikan bunga dengan angka 6,75% dan nama lain (yang diterima) dengan angka 123,25% lebih menarik bagi peminjam dibanding menampilkan bunga 130%. Meminta bunga 130% masih sesuai dengan peraturan OJK, cuma tidak menarik bagi peminjam saja.

    Ke pendana, bunga adalah sesuatu hal yang diinginkan. Platform-platform mencantumkan bunga setinggi mungkin. Bunga 10% diperlihatkan sebagai 20% effectif, atau seperti Asetku menampilkan bunga 4,2% per bulan (sama dengan 50,4% per tahun) tanpa memperlihatkan langsung biaya asurani 3% dikurangi dari yang didefinisikan bunga. Kenapa tidak menampilkan bunga 1,2% per bulan saja atau 14,4% per tahun? Karena kurang menarik?

    Ke pajak platform-platform potong sesuai dengan keinginan pajak agar tidak kena tegoran karena pajak puas juga. Bila pendana memiliki pendanaan yang diangsur, cara pemotongan pajak yang dilakukan platform-platform merugikan pendana. Biaya-biaya yang platformnya membebankan ke lender seharusnya dikurangi dari “bunga” sebelum dipotong pajak. Biaya ini pada umumnya tidak dikurangi oleh platform-platform. Pemotongan pajak seharusnya juga dikurangi pendanaan-pendanaan yang gagal bayar. Platform-platform juga tidak akan memperhitungkan pendanaan-pendanaan yang gagal bayar dalam perhitungan potongan pajak. Dikarenakan kebanyakan pendana tidak tahu dan tidak peduli peraturan perpajakan, mereka baik-baik saja diperlakukan tidak benar. Asal merasa duit masuk terus. Pajak puas dan pendana puas karena ketidaktahuannya.

    Intinya memberikan apa yang ingin dilihat dan/atau didengar akan disukai dan memberikan peluang untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

    Soal baik atau tidak untuk masyarakat sama seperti segala hal yang ada. Segala hal bisa menjadi sesuatu yang baik dan buruk tergantung penggunaanya. Alasan kenapa platform-platform mengatakan “membantu” masyarakat, karena “membantu” lebih diterima dibanding “cari uang”.
    Apa bedanya bank, pinjaman online, dan rentenir? Apa bedanya bank konvensional dan bank syariah? Semua kembali ke marketing dan siapa yang ditargetin.

    Pinjaman online bisa membantu orang-orang yang kepepet keuangannya atau melancarkan usaha. Sangat bisa dan sangat baik. Tergantung kelakuan peminjam hal yang bisa baik baginya. Hal ini bisa menjadi hal buruk baginya bila meminjam berlebihan, tidak tanggung jawab, memiliki pikiran sesaat dll.
    Bagi pendana adanya P2P Lending adalah sesuatu hal yang baik juga. Pendana bisa memanfaatkan dananya untuk mencari penghasilan. Dananya bisa bermanfaat bagi orang lain. Hal yang baik ini bisa menjadi hal buruk jika pendana cuma mau enaknya saja, tidak peduli, tidak mencari tahu hal-hal yang berhubungan dengan pendanaannya, memiliki pemikiran asal dapat uang, dll.

    Soal pertanyaan mas Adrian soal kenapa P2P Lending konsumptif membuka ke lender retail jawabannya sama seperti kenapa pengusaha meminjam uang. Usaha bisa lebih cepat berkembang dan/atau menghasilkan lebih banyak dengan meminjam dana untuk usaha. Walaupun hasil platform-platform konsumptif banyak, dengan menggunakan lender retail, hasilnya bisa lebih banyak. Ini berarti peluang untuk menyalurkan dana lebih besar dibanding dana yang platformnya miliki. Jika masih ada platform yang membuka untuk lender, tandanya platformnya masih memiliki cukup banyak peminjam. Sesuatu hal yang baik.