Kontroversi dan Polemik P2P Lending

Saya baru ingat untuk menulis artikel ini karena ayah saya dan rekan-rekan bisnisnya memberitahu saya bahwa mereka menjauhi jauh-jauh P2P Lending karena beberapa alasan.

Alasan-alasan dibawah ini sepertinya memang umum terdengar di kalangan generasi X berhubungan banyak juga teman teman saya yang bercerita bahwa orang tua mereka punya pandangan serupa.

Mari kita jabarkan satu-satu kontroversi seputar P2P lending.

Peer to Peer (P2P) lending merupakan ‘lintah darat’ online

Ini adalah kontroversi yang paling umum terdengar: “bila kita meminjamkan uang di platform P2P lending, maka kita mendukung para lintah darat memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi, sehingga malah merugikan orang-orang yang meminjam”. Hal ini tentu berkontradiksi dengan slogan-slogan platform lending yang berkata “DUKUNG UMKM”, “Cicilan Mudah”, “Investasi Berdampak”, dsb.

Benarkah P2P lending itu sama dengan lintah darat online?

Iya dan tidak. Beberapa P2P lending memiliki bunga pinjaman yang lebih rendah daripada pinjaman bank atau bahkan Kartu Kredit sekalipun, namun beberapa lainnya (terutama mereka yang masuk kategori payday loan) memang memiliki bunga pinjaman yang lebih tinggi daripada pinjaman konvensional. Jadi, tergantung website P2P lending apa yang anda bandingkan dengan lintah darat.

Satu hal yang pasti, P2P lending yang terdaftar di OJK tidak mungkin memiliki bunga pinjaman sama seperti lintah darat asli.

Peminjam P2P lending adalah orang orang yang memang tidak mampu membayar pinjaman

P2P lending dielu-elukan pemerintah kita sebagai inovasi yang membantu sebagian besar masyarakat dalam golongan unbankable. Istilah unbankable ini berarti golongan masyarakat yang tidak memiliki akses ke produk perbankan konvensional, entah karena masalah informasi, kualifikasi, atau tidak adanya sarana bank di sekitar tempat tinggal mereka.

Beberapa orang bahkan berani berkata bahwa P2P lending adalah “pembunuh bank” yang suatu hari nanti akan menggantikan fungsi bank sepenuhnya.

Ada pihak bank yang sempat berdikusi dengan saya dengan tegas menepis kemungkinan tersebut, dengan berkata bahwa peminjam P2P lending adalah orang-orang yang tidak mau membayar pinjaman alias “orang-orang yang kalaupun punya akses ke produk perbankan, tetap tidak akan diberikan pinjaman karena tidak memenuhi kualifikasi sebagai peminjam” – karena kemungkinan besar tidak mampu membayar pinjamannya sendiri ketika pinjaman telah dicairkan.

Harus membela siapakah saya? Sebenarnya kedua argumen tersebut sama sama benar. Di satu sisi, P2P lending memang membuka akses produk finansial kepada orang-orang yang sebelumnya buta terhadap dunia keuangan. Namun di sisi lain, peminjam P2P lending memang memiliki kualitas yang lebih buruk daripada peminjam produk perbankan, terbukti dari persentase gagal bayar P2P lending yang jauh lebih tinggi dari bank dan terus meningkat sampai saat ini.

Makanya saya selalu merekomendasikan anda untuk berpartisipasi di P2P lending yang memberikan perlindungan modal untuk meminimalkan risiko ini untuk kita para pemberi dana (lender).

Tidak ada badan yang meregulasi

Meskipun hampir semua website yang saya tinjau “Diawasi OJK”, perlu anda pahami bahwa OJK sendiri belum memiliki regulasi yang jelas untuk fintech di Indonesia, makanya mereka menggunakan istilah ‘diawasi’ dan bukan ‘diregulasi’. Oleh karena itu, masih banyak orang yang takut bahwa uang mereka akan dibawa kabur bila diinvestikan di fintech berbasis lending.

Soal ini secara mendetail sudah saya jelaskan di artikel “Amankah Investasi di Peer to Peer Lending

Intinya, meskipun OJK memang masih perlu bekerja keras untuk membuat peraturan yang lebih spesifik untuk setiap fintech, nyatanya dari hari ke hari mereka terus menerus melakukan pembaharuan peraturan dan bahkan membentuk tim khusus untuk mengawasi fintech-fintech di Indonesia.

Bahkan, Asosiasi Fintech Indonesia (perkumpulan fintech yang bekerja erat dengan OJK) membentuk subdivisi baru bernama ‘Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia’ khusus untuk menjadi wadah diskusi fintech yang bergerak di bidang pendanaan/lending (karena fintech itu sebenarnya banyak macamnya, tidak hanya lending saja)

Dua hal tersebut menjadi bukti bahwa negara kita secara aktif menggiring pertumbuhan fintech kearah yang baik, meskipun regulasi dan pengawasannya sendiri belum maksimal.

Yang penting, ketika anda berinvestasi di peer to peer (P2P) lending, pilihlah website yang memang sudah terdaftar diawasi oleh OJK, lebih baik lagi kalau website tersebut tergabung dalam AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia).

Retur atau bunga yang tidak menarik

Meskipun bunga P2P lending jauh diatas deposito, bagi investor yang sudah senior, peer to peer (P2P) lending sebenarnya memang kurang menarik dari segi retur. Investor mahir bisa mendapatkan retur yang jauh lebih tinggi di pasar saham, valuta asing, bahkan cryptocurrency

Namun perlu diingat bahwa setiap investasi punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, juga menjunjung hukum alam “besar keuntungan, besar punya risikonya”. Kita tidak bisa bilang P2P lending lebih buruk daripada investasi lainnya karena seperti membandingkan dua jenis buah berbeda.

Peer to peer (P2P) lending, meskipun memiliki retur yang tidak sebesar saham atau valas, namun sangat mudah dipelajari dan digunakan oleh investor pemula, berbeda dengan saham dan valas yang perlu belajar banyak beberapa metode untuk menghasilkan keuntungan (misalnya metode Super Trader ala Kakak Ellen May cantik).

Terlebih lagi, produk peer to peer (P2P) lending sendiri bervariasi, dari tingkat risiko rendah (Grade A) sampai tingkat risiko tinggi (Grade E), sehingga mempersulit perhitungan rata-rata dari keuntungan P2P lending secara keseluruhan.

Satu hal yang menurut saya absolut (pasti) adalah bahwa peer to peer (P2P) lending memberikan fleksibilitas kepada investor dari segi likuiditas dan risiko. Banyaknya pilihan tenor yang ada (kurang dari satu bulan sampai bertahun-tahun) serta risiko yang ada di setiap tingkat (7-30% bunga per tahun) tentunya memberikan opsi untuk semua kalangan investor dengan tingkat toleransi risiko yang berbeda-beda, dan juga memudahkan proses diversifikasi bagi pemula.

Dampak sosial yang tidak baik

Ada yang bilang:

“Dengan meminjamkan uang anda pada P2P lending, anda turut berkontribusi kepada pinjaman ‘tidak sehat’ yang memiliki bunga tinggi serta tujuan yang tidak baik (misalnya meminjam uang untuk membeli barang mewah, bukan untuk memulai bisnis)”.

Hal ini ada benarnya karena beberapa P2P lending menyediakan hanya pinjaman personal (pribadi) yang biasanya diajukan untuk keperluan tidak penting seperti membeli handphone, pulsa, dan barang mewah lainnya. Saya menyebut P2P lending di kategori ini sebagai PAYDAY LOAN (karena pelunasan umumnya dilakukan saat tanggal gajian). Apabila anda mendanai pinjaman seperti ini tentu anda mendukung gaya hidup konsumtif yang tidak sehat karena mengajukan pinjaman secara impulsif. Contoh P2P lending yang seperti ini adalah Asetku, Easycash, dan Kredit Pintar.

Tapi perlu anda catat bahwa TIDAK semua P2P lending seperti ini. Malah sebagian besar P2P lending sebenarnya HANYA menyediakan pinjaman perusahaan, dimana sang peminjam harus berbentuk badan usaha yang sudah memiliki kondisi keuangan mapan. Contohnya Akseleran, Modalku, dan Investree. Apabila anda mendanai P2P lending jenis ini, anda sedikit membawa dampak sosial karena membantu kegiatan usaha perusahaan-perusahaan tersebut, meskipun menurut saya, tanpa bantuan andapun kebanyakan perusahaan tersebut tidak akan bangkut karena bisa mencari pinjaman bank. Anda hanya hadir sebagai alternatif yang meringankan beban perusahaan peminjam tersebut.

Beberapa P2P lainnya HANYA menyediakan pinjaman UMKM, dimana sang peminjam harus individu yang meminjam uang untuk memulai kegiatan usaha yang produktif. Bahkan biasanya P2P lending jenis UMKM ini turut membimbing dan/atau mengawasi sang peminjam untuk memastikan bahwa pinjaman dikelola secara baik dan bisa terbayarkan ketika jatuh tempo. Contoh P2P lending yang seperti ini adalah Amartha, Mekar, dan Ammana. Tanpa perlu diragukan lagi, investasi anda di P2P lending jenis ini adalah yang memiliki dampak sosial tertinggi karena benar-benar menargetkan pihak-pihak yang membutuhkan uang untuk tujuan produktif namun tidak memiliki akses ke pinjaman bank.

Sebagian kecil P2P lending mencampurkan ketiganya sehingga dampak investasi anda tergantung dari produk pinjaman yang anda pilih. Contohnya adalah Koin Works yang memiliki pinjaman perusahaan, UMKM, bahkan sampai pinjaman perseorangan.

Yang terakhir, ada juga P2P lending industrial yang fokus mendanai hanya satu industri tertentu, misalnya DanaLaut khusus untuk bidang kelautan, iGrow untuk pertanian, dan Gradana untuk properti/perumahan. Dampak sosial di P2P lending jenis ini sulit dinilai karena biasa sang fintech bekerja sama dengan badan lainnya. Misalnya iGrow bekerjasama dengan kelompok petani, kita tidak tahu apakah kelompok petani tersebut sudah professional atau petani yang unbankable. Demikian juga DanaLaut, kita tidak langsung mendanai nelayan-nelayan di pantai namun mendanai perusahaan atau badan yang memimpin nelayan-nelayan tersebut.

Jadi, argumen bahwa investasi anda tidak berdampak baik dalam P2P lending itu tidak sepenuhnya benar, karena ada model P2P lending yang memiliki dampak sosial baik.

Informasi lebih lanjut, baca juga: Dua Macam P2P lending

Debt collector

Ini adalah isu panas yang sebenarnya turut berkontribusi pada perkembangan P2P lending di Indonesia. Karena banyak dibahas dalam berita dan menjadi viral, maka semakin banya orang yang sadar akan adanya pinjaman online dan P2P lending.

Debt collector atau penagih hutang yang bekerja untuk fintech P2P lending memang biasanya lebih ‘tidak terkontrol’, karena mereka bekerja untuk pihak yang memang ‘tidak dikontrol’ – berbeda dengan bank yang memiliki aturan ketat tentang penagihan hutang.

Sangat mudah menemukan berita, curhatan, dan pengaduan para peminjam P2P lending tentang prosedur penagih hutang fintech yang kurang menyenangkan dan tidak terpuji. Hal ini lebih terlihat di P2P lending jenis payday loan yang memiliki basis peminjam perseorangan ketimbang pinjaman perusahaan. Biasanya prosedur penagihan hutang untuk peminjam perusahaan jauh lebih profesional dan dilakukan dengan musyawarah.

Dan saya tidak bisa menyangkal itu semua, karena memang kenyataannya para penagih hutang fintech perlu dididik tingkah lakunya. Untungnya, di awal tahun 2019, OJK dan AFPI sudah mulai rajin memberlakukan sanksi bagi fintech yang menyalahi prosedur penagihan hutang. Mereka juga menghimbau harusnya yang ditingkatkan itu metode analisa risiko sebelum mencairkan pinjaman, bukan malah meningkatkan usaha penagihan hutangnya.

Kalau anda tidak mau investasi anda berdampak buruk karena masalah penagihan ini, maka jangan mendanai pinjaman di lending jenis pinjaman perseorangan, namun sebaliknya mendanai pinjaman perusahaan, industrial, atau UMKM.

Kesimpulan

Semua instrumen investasi punya kelebihan dan kekurangan, dan P2P lending pun tak luput dari kritik dan kontroversi. Saya bukanlah fanatik P2P lending yang berkata bahwa P2P lending adalah instrumen investasi terbaik. Faktanya, uang saya kebanyakan ditaruh di instrumen investasi konvensional seperti deposito dan reksadana.

Namun tidak ada yang bisa memungkiri bahwa P2P lending memang merupakan alternatif investasi terbaru yang fleksibel, mudah digunakan, dan lumayan menghasilkan keuntungan – sehingga sangat menarik bagi millenial layaknya cryptocurrency di tahun lalu.

Saya harap polemik yang saya bahas disini bisa membuat anda mulai mempertimbangkan pandangan anda terhadap P2P lending.

Ingin belajar memilih kartu kredit terbaik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anda?

pabila kamu pemula di dunia kartu kredit dan ingin mulai mengumpulkan cuan dari kartu kredit, maka kamu akan cocok bergabung di kursus C4: Cari Cuan Credit Card, dimana kita akan belajar:

  1. Bagaimana orang bisa naik pesawat gratis dari penggunaan kartu kredit
  2. Bagaimana kartu kredit bisa membuat kita berhemat ratusan ribu sampai jutaan rupiah setiap bulan
  3. Bagaimana cara agar tidak membayar biaya kartu kredit sama sekali

Ayo cek dan gabung sekarang dengan klik tombol dibawah!

C4: Cari Cuan Credit Card
C4: Cari Cuan Credit Card
Adrian Siaril
Adrian Siaril

The boss

Articles: 632

CATATAN!

karena tingginya spam, kolom komentar saya tutup sementara. Untuk menghubungi saya, dm saya di Instagram, Telegram, Tiktok (@adriansiaril), atau isi formulir dibawah ini.